Ketika Game Tidak Berakhir Seperti yang Kamu Duga: Review Game dengan Ending Tidak Konvensional
Kemalangaja.com - Dunia game semakin berkembang dengan cepat, tak hanya dari segi visual atau gameplay, tapi juga dari sisi cerita. Kalau dulu game identik dengan alur yang mudah ditebak—selamatkan sang putri, kalahkan musuh utama, tamat bahagia—sekarang justru semakin banyak game yang berani bermain di luar pola. Inilah yang menjadi sorotan dalam review game dengan ending tidak konvensional yang belakangan ini ramai dibahas para gamer di komunitas seperti MainApa.
![]() |
Review Game dengan Ending Tidak Konvensional |
Kenapa ending itu penting? Karena akhir dari sebuah game
bisa meninggalkan kesan mendalam, bahkan memengaruhi seberapa berkesannya game
tersebut dalam memori pemain. Ending yang tak terduga bisa jadi menyebalkan,
tapi juga bisa sangat menggugah dan memancing diskusi panjang. Mari kita bahas
beberapa game yang dikenal karena ending-nya yang tidak biasa, serta apa
maknanya bagi perkembangan naratif dalam industri game.
1. Tidak Semua Ending Harus Bahagia
Dalam dunia hiburan, terutama game, ending bahagia sering
kali jadi norma. Tapi beberapa judul populer justru mematahkan ekspektasi itu.
Game seperti Inside (Playdead) atau The Last of Us Part II
mengambil pendekatan naratif yang suram, tragis, dan tidak memberikan resolusi
“puas” seperti yang diharapkan banyak pemain.
Melalui review game dengan ending tidak konvensional,
banyak gamer di komunitas MainApa menyebutkan bahwa ending yang tragis
atau ambigu sering kali terasa lebih realistis dan emosional. Mereka bukan
sekadar penutup cerita, melainkan perpanjangan dari pesan moral yang ingin
disampaikan game tersebut.
Misalnya, Inside menawarkan ending yang begitu absurd
dan misterius hingga para pemain membuat berbagai teori hanya untuk memahami
apa sebenarnya yang terjadi. Apakah itu buruk? Justru sebaliknya, itulah yang
membuat game ini terus dibicarakan meski sudah bertahun-tahun dirilis.
2. Pilihanmu Menentukan Akhir Cerita
Game seperti Detroit: Become Human atau Until Dawn
memberikan ending yang sangat variatif tergantung pilihan pemain. Bukan hanya
satu atau dua ending, tapi puluhan kombinasi akhir yang bisa muncul dari setiap
keputusan kecil sepanjang permainan.
Dalam review game dengan ending tidak konvensional,
para kontributor MainApa sering menekankan bahwa jenis game seperti ini
membuat pemain merasa lebih bertanggung jawab atas cerita yang mereka alami.
Ini mengubah posisi gamer dari sekadar penonton menjadi sutradara cerita itu
sendiri.
Namun, tidak semua ending dalam game berbasis pilihan bisa
ditebak atau logis. Kadang ada ending yang sangat mengejutkan, bahkan tidak
adil menurut pemain. Tapi di situlah letak daya tariknya—bahwa kehidupan tidak
selalu bisa dikontrol, dan hasil akhir kadang berada di luar kuasamu.
3. Metafora dan Ending Filosofis
Beberapa game indie seperti Braid, The Stanley
Parable, atau What Remains of Edith Finch mengambil pendekatan yang
sangat filosofis terhadap ending. Mereka tidak memberikan penjelasan gamblang,
malah membuat pemain merenung lama setelah controller diletakkan.
Dalam review game dengan ending tidak konvensional,
banyak pemain MainApa mengapresiasi ending seperti ini karena mampu
menyentuh sisi emosional dan intelektual secara bersamaan. Ending-nya tidak
hanya “berakhir,” tapi meninggalkan pertanyaan yang dalam tentang eksistensi,
waktu, pilihan, dan realitas.
Contohnya, Braid yang awalnya terlihat seperti game
puzzle biasa, ternyata menyimpan makna simbolik yang dalam tentang penyesalan
dan waktu. Ending-nya menyingkap twist naratif yang benar-benar membuat pemain
melihat seluruh game dari perspektif baru.
4. Twist yang Mengubah Segalanya
Twist ending adalah salah satu teknik klasik dalam cerita,
tapi dalam game, twist bisa lebih mengejutkan karena pemain merasa lebih
terlibat. Game seperti Spec Ops: The Line atau Bioshock Infinite
dikenal karena ending-nya yang mampu membalikkan seluruh interpretasi pemain
tentang cerita yang baru saja mereka jalani.
Ketika sebuah game membuatmu merasa bersalah atas tindakan
yang sebelumnya kamu anggap heroik, itu bukan hanya twist—itu pukulan
emosional. Di komunitas MainApa, diskusi tentang game seperti ini sangat
ramai karena memancing pertanyaan etis, moral, bahkan filosofis dari
keputusan-keputusan dalam gameplay.
5. Game sebagai Media Seni
Ending yang tidak konvensional menegaskan bahwa game bukan
hanya hiburan, tapi juga bentuk seni modern. Seperti film atau novel sastra,
game bisa menyampaikan ide kompleks, perasaan yang dalam, dan perspektif baru
melalui cara yang interaktif.
Lewat review game dengan ending tidak konvensional,
platform seperti MainApa membantu pemain memahami bahwa tidak semua game
harus menyenangkan secara tradisional. Kadang game yang “mengganggu” atau
membingungkan justru memberikan pengalaman yang paling bermakna.
Kesimpulan: Game dengan Ending Unik Bukan untuk Semua
Orang—Tapi Layak Dicoba
Game dengan ending tidak konvensional memang tidak selalu
cocok untuk semua pemain. Sebagian gamer lebih suka akhir cerita yang jelas,
memuaskan, dan membahagiakan. Tapi bagi mereka yang mencari pengalaman yang
lebih dalam dan menggugah pikiran, game semacam ini menawarkan sesuatu yang
berbeda.
Di era di mana industri game semakin kompleks dan naratif
semakin penting, ending yang mengejutkan, ambigu, atau bahkan “tidak adil”
justru menjadi bentuk ekspresi kreatif yang layak dihargai.
Kalau kamu penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang
game-game dengan ending tak biasa, jangan ragu kunjungi dan berdiskusi bersama
komunitas di MainApa. Siapa tahu, kamu menemukan game yang mengubah cara
pandangmu terhadap cerita dan akhir.